Langsung ke konten utama

RELEVANSI PERJALANAN PENDIDIKAN NASIONAL

            Ki Hadjar Dewantara merupakan seorang sosok yang namanya sudah sangat dikenal dalam dunia pendidikan Indonesia. Tokoh yang mereformasi pendidikan Indonesia ini telah memberikan sumbangsih yang begitu besar bagi kemajuan pendidikan saat ini. Ki Hadjar Dewantara mengajukan beberapa konsep pendidikan untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan, yaitu Tri Pusat Pendidikan: (1) pendidikan keluarga; (2) pendidikan dalam alam perguruan; (3) pendidikan dalam alam pemuda atau masyarakat

Pendidikan yang diterapkan di Indonesia pada masa itu dilaksanakan dengan sistem pendidikan barat dengan bahasa pengantar yaitu bahasa Belanda. Pada masa itu, tidak semua masyarakat memiliki peluang untuk mendapatkan kesempatan dalam belajar. Pendidikan hanya diberikan kepada kaum priayi yang kemudian ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja dan tenaga administrasi terampil (Abdullah, 2017:37).

Melihat dari sejarah gerakan reformasi Ki Hadjar Dewantara sejak sebelum kemerdekaan hingga setelah kemerdekaan Indonesia mengharuskan kita untuk melihat lebih jauh ke belakang tentang bagaimana awal pendidikan formal mulai muncul di Indonesia. Bagi Ki Hadjar Dewantara, sebagian besar hasil dari pendidikan ialah yang menciptakan manusia yang tangguh dan dapat hidup bermasyarakat. Manusia tersebut dimaksudkan adalah yang mempunyai moral Taman Siswa, harus bisa menjalankan Tri Pantangan yaitu tidak menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan, tidak melakukan manipulasi keuangan serta tidak melanggar kesusilaan.

Dalam dunia pendidikan semobayang “ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” yang artinya di depan memberi contoh atau menjadi patunan, di tengah membangun semangat atau ide, dan di belakang memberikan dorongan. Maka dari itu, menjadi guru harus memberikan contoh yang baik atau sikap teladan kepada peserta didik, sesama guru, seluruh warga sekolah dan masyarakat umum. Dari sisi tengah seorang pendidik harus mampu membangun semangat dan menciptakan sebuah ide yang berinovasi dan kreatif, sedangkan dari sisi belakang seorang pendidik harus dapat memberikan dorongan serta motivasi kepada seluruh warga sekolah dan lingkungannya. Pada era pendidikan sebelum kemerdekaan pendidikan sudah mengalami banyak sekali perubahan dari segi pembelajaran, kurikulum dan hal lainnya.

Menelisik pemikiran Ki Hadjar Dewantara, ia berpendapat pendidikan merdeka itu berarti upaya dengan sengaja untuk memajukan  hidup  tumbuhnya  budi  pekerti  (rasa,  fikiran,  rokh)  dan  badan  anak  dengan  jalan pengajaran, teladan dan pembiasaan jangan disertai dengan perintah dan paksaan. Memperlakukan  anak  sesuai  dengan  kodrat  alam  yang  ada  pada  diri  anak  dan  sesuai dengan  keunikan  masing-masing  pribadi  anak  serta  menggali  potensi-potensi  yang  dimiliki oleh anak sehingga mereka bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya di dalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain sekolah sebagai sarana mempertajam atau mengasah potensi yang dimiliki  anak  sesuai  dengan  kemampuan  yang  sudah dimiliki  agar  bisa  mengambil  bagian dalam kehidupan masyarakat. (Rahayuningsih, 2021).

Pada tahun 1854 didirikan beberapa sekolah yang dikhususkan untuk menciptakan calon pegawai, sekolah ini didirikan oleh beberapa bupati dan petinggi negara, yang tujuan nya untuk pemerintah kembali. Di tahun yang sama sekolah bhumi putera didirikan, sekolah ini hanya memiliki 3 kelas dan hanya terdapat pembelajaran menulis, menghitung, dan membaca.

Pada akhir abad ke 19, di pulau Jawa timbul wabah penyakit yang menular sehingga terbentuk sekolah Stovia yaitu sekolah yang dikhususkan untuk calon dokter bagi pribumi Jawa.

Di tahun 1920 hingga 1922 lahir cita-cita baru dan kebangkitan politik untuk perkembangan Pendiidkan Indonesia. Pada tanggal 3 Juli 1922, terbentuk oleh pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut, lahirlah Taman Siswa di Yogyakarta. Taman siswa sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda yang tidak adil dan tidak menghargai kebudayaan pribumi. Taman Siswa merupakan sarana untuk menumbuhkan semangat nasionalisme dan kemerdekaan di kalangan masyarakat Indonesia

Pada masa kini setelah kemerdekaan, khususnya pada abad 21 ini pendidikan telah memasuki era globalisasi. Di mana pembelajaran telah difokuskan kepada peserta didik untuk dapat meningkatkan sikap berpikir kritis, kreatif dalam berpikir, dan saling bekerja sama antar sesama. Hingga akhirnya tercipta kurikulum merdeka, yaitu kurikulum yang bertujuan untuk mengasah minat dan bakat peserta didik sejak dini dengan berfokus pada materi esensial, pengembangan karakter, dan kompetensi peserta didik.

Sekolah dan guru harus menerapkan kurikulum merdeka belajar berfokus pada kebebasan dan pemikiran kreatif. Guru dan peserta didik bebas untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan yang dimiliki peserta didik dengan memberikan banyak pelatihan pada bidang yang diminati. Selain itu, pengembangan pendidikan karakter juga diberikan dengan mengadopsi nilai-nilai karakter bangsa yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

Implementasi  konsep  merdeka  belajar  mendorong  peran  guru  baik  dalam mengembangkan kurikulum yang berlaku juga dalam proses pembelajaran. Kontribusi guru dalam proses pengembangan kurikulum penting dilakukan untuk menyesuaikan isi kurikulum dengan kebutuhan siswa di masyarakat. Guru sebagai sumber belajar perlu dapat memahami psikologi siswa, penerapan metode dan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Keterlibatan  guru  secara  kolaboratif  dan  efektif  dalam pengembangan kurikulum sekolah untuk dapat mengatur dan menyusun materi, buku teks, dan konten pembelajaran. Selain sebagai salah satu sumber belajar, peran guru dalam konsep kurikulum yaitu sebagai fasilitator pembelajaran dimana hal tersebut dapat didukung  oleh  kompetensi  pengetahuan,  keterampilan,  dan  nilai-nilai  dasar  yang refleksinya dalam kebisaaan berfikir dan bertindak yang tercangkup dalam kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial. (Alfath, dkk, 2022).

Melalui materi Filosofi Pendidikan Nasional ini saya mendapatkan pemahaman baru tentang berbagai pemikiran Ki Hadjar Dewantara serta mengetahui perjalanan pendidikan di Indonesia dari sebelum kemerdekaan hingga setelah kemerdekaan pada saat ini. Kesimpulan dari gagasan Ki Hadjar Dewantara yang dapat disimpulkan adalah pendidikan harus memperhatikan segala aspek yang ada pada peserta didik, karena pendidikan bukan hanya tentang pengetahuan saja, tetapi tentang keseimbangan cipta, rasa, dan karsa.

Dengan kesimpulan tersebut, membuka pemikiran saya untuk terus meningkatkan kemampuan dalam mengajarkan peserta didik agar dapat menyeimbangkan segala aspek dan kebutuhan dari peserta didik. Dari pemahaman inilah yang akan saya praktekkan untuk diterapkan kepada peserta didik. Saya akan memerdekakan peserta didik dengan melihat minat bakat serta kemampuan dari tiap siswa, setelah itu sebijak mungkin akan dicari solusi dari tiap permasalahan yang ada.

Sebagai fasilitator guru harus mampu untuk melepaskan belenggu dari praktik pendidikan yang belum memerdekakan peserta didik, guru harus membantu peserta didik untuk meningkatkan serta mengasah kemampuan minat dan bakat peserta didik secara merdeka, sehingga hasil nya pun akan optimal.

 Oleh: Tasyah Amil Putri


REFERENSI

 

Abdullah, A. (2017). Ethical Politic and Emergence of Intellectual Class. Paramita: Historical Studies Journal, 27(1), 34–49.

 

Alfath, A., Azizah, F. N., & Setiabudi, D. I. (2022). Pengembangan Kompetensi Guru Dalam Menyongsong Kurikulum Merdeka. Jurnal Riset Sosial Humaniora Dan Pendidikan1(2), 42-50.

Rahayuningsih, F. (2021). Internalisasi filosofi pendidikan ki hajar dewantara dalam mewujudkan profil pelajar pancasila. SOCIAL: Jurnal Inovasi Pendidikan IPS1(3), 177-187.

Komentar